Pada posting sebelumnya sudah disinggung bahwa indikator perputaran persediaan sebenarnya belum memberikan arah bagaimana sebaiknya persediaan dikelola. Indikator ini baru memberikan sinyal apakah persediaan kita bermasalah atau tidak. Oleh karena itu kita harus melihat variabel yang lebih detil terkait kinerja persediaan kita. Namun sebelum sampai pada detil tersebut, ada baiknya kita memahami “koin” persediaan lebih jauh. Secara umum kita pasti sudah menyadari betapa persediaan yang berlebih akan menahan laju perputaran uang yang sangat diperlukan dalam menjalankan fasilitas kesehatan. Dalam hal ini persediaan memang berkaitan erat dengan koin alias uang. Namun koin persediaan memiliki arti lain yang tidak kalah penting. Apa itu?
Sebagaimana koin, persediaan memiliki 2 sisi yang dalam hal ini saling berhubungan erat. Sisi gambar mencerminkan kepuasan pelanggan, yaitu mulai dari unit pengguna persediaan hingga pasien dan keluarganya. Kepuasan pelanggan dinyatakan dalam service level (keefektifan). Sisi angka mencerminkan biaya yang dikelola agar tingkat persediaan rata-ratanya minimal (efisiensi). Kalau kedua sisi koin ini dipisah, tentu saja mudah. Jika ingin meningkatkan service level, maka perbanyaklah persediaan. Sebaliknya jika ingin meminimalkan biaya, maka kurangi persediaan dengan resiko service level yang juga menurun. Tapi masalahnya tidak demikian. Rumah sakit harus dapat meningkatkan atau setidaknya mempertahankan service level dengan biaya persediaan seminimal mungkin.
Sekilas tampak berat, namun jangan terlalu khawatir. Di balik tantangannya yang besar tersebut, ada hal positif dari koin persediaan ini. Metoda-metoda pengelolaan persediaan ternyata mencakup kedua sisi secara bersamaan. Jadi upaya menurunkan biaya persediaan dan meningkatkan service level terjadi pada saat yang bersamaan. Kita tidak perlu melakukan perhitungan trial and error untuk memenuhi standar pada kedua sisi. Apa buktinya? mari kita lihat metoda EOQ (economic order quantity). Dalam perhitungan tingkat rata-rata persediaan (yang dapat dengan mudah dikonversi dalam satuan moneter), service level merupakan salah satu parameter. Artinya jika rumah sakit menginginkan tingkat biaya persediaan tertentu dan service level tertentu, akan dapat dihitung variabel lain yang harus dikelola yaitu volume pesanan dan kapan saatnya memesan.
Sebagai contoh, jika suatu rumah sakit memiliki kebijakan bahwa tingkat persediaan rata-rata tidak boleh lebih dari 2 bulan (yang setara dengan 10 milyar rupiah) tapi menginginkan servicel level-nya tidak kurang dari 95%, maka lewat analisis persediaan dapat dihitung kapan rumah sakit harus melakukan pengadaan atau pemesanan, dan berapa banyak kuantitas setiap item yang dipesan. Insya Allah detil perhitungannya akan kita bahas pada posting-posting berikutnya atau dapat kita pelajari pada acara public training yang diselenggarakan oleh IRIHM.